LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR 2
SIFAT LENSA DAN CACAT BAYANGAN
Disusun oleh :
1.
Indah Melyta
Sari (062113006)
2.
Aini Yunanda (062113032)
3.
Yuspiter Nduru (062113034)
KELOMPOK KELAS A
TANGGAL PRAKTIKUM
26 APRIL 2014
ASISTEN PRAKTIKUM
1.
Dra. Tri Rahma,
M.Si.
2.
Rissa
Ratimanjari, S.Si.
LABORATORIUM
FISIKA
PROGRAM STUDI
KIMIA
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
PAKUAN
BOGOR
2014
KATA
PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT. Yang
sudah memeberikan rahmat dan karunia- NYA, kita masih diberikan banyak nikmat
terutama nikmat iman dan islam serta nikmat sehat hingga kini kita rasakan
sehingga kita masih bisa beraktivitas seperti biasa. Sholawat serta salam
semoga tercurahkan kepada uswatun hasanah kita yakni Nabi Muhammmad SAW.
Beserta keluaraga , sahabat dan kita selaku umatnya hingga yaumil Qiyamah. Laporan ini membahas tentang Kalorimeter Joule.
Terima
kasih kami ucapkan kepada ibu Dra. Tri Rahma, M.Si.
dan ibu Risa Ratimanjari, S.Si. selaku asisten dosen mata
kuliah Fisika yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Mudah – mudahan
ilmu yang bapak berikan kepada kami khususnya dan umumnya kepada kami semua bermanfaat.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir
kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah mendukung kami. Semoga Allah
SWT senantiasa meridhai segala usaha kita dan
semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Bogor,
19 April 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR …………………………………………………….. i
DAFTAR
ISI ………………………………………………………………. ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Tujuan ……………………………………………………………… 1
1.2 Dasar Teori …………………………………………………….…… 1
BAB
II ALAT DAN BAHAN
2.1 Alat dan Bahan……………………………………………………… 8
BAB
III METODE PERCOBAAN...…. …………………….……..………. 9
BAB
IV DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
4.1 Data Pengamatan …………………….…………………………….. 10
4.2 Perhitungan ………………………………………….……...……… 11
BAB
V PEMBAHASAN ………………………………….………………. 14
BAB
VI KESIMPULAN …………………………………………………... 16
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
1. Mengenal
dan memahami sifat – sifat pembiasan cahaya pada lensa
2. Menentukan
jarak fokus lensa
3. Mengamati
cacat bayangan (aberasi) dan penyebabnya
4. Mengurangi
terjadinya cacat bayangan
2.1 Dasar Teori
Lensa adalah sebuah benda bening yang tembus cahaya dan dibatasi oleh dua bidang permukaan yang lengkung. Dua bidgang lengkung yang
membentuk lensa dapat berbentuk silindris atau bola. Lensa silimdris memusatkan
cahaya dari sumber titik yang jauh pada suatu garis, sedangkan permukaan bola
yang melengkung kesegala arah memusatkan cahaya dari sumber yang jauh pada
suatu titik. Berdasarkan bidang batasnya, lensa dibagi menjadi :
1. Lensa Cembung (konveks)
Lensa
cembung dalah lensa konvergen yang bersifat mengunmpulkan sinar. Lensa cembung
jgaa merupakan lensa (+) karena dapat mengumpulkan bayangan yang bias ditangkap
layar dan nyata.
Lensa cembung terbagi 3, yaitu:
Ø Lensa cembung-cembung (biconvex)
Lensa cembung yang dibatasi oleh dua
bidang lengkung yang berlawanan arah kelengkungannya
Ø Lensa cembung-datar (plan convex)
Lensa
cembung yang dibatasi oleh satu bidang datar dan satu bidang lengkung
Ø Lensa cembung-cekung (concave
convex)
Lensa
cembung yang dibatasi oleh dua budang lengkung yang searah kelengkungannya.
Sifat cahaya atau sinar pada lensa
cembung adalah :
- Sinar datang yang sejajar sumbu
utama lensa dibiaskan melalui titik fokus aktif F1.
- Sinar
datang melalui titik fokus F2 dibiaskan sejajar sumbu utama.
- Sinar datang melalui titik
pusat optik O diteruskan tanpa membias.
Berikut
gambar jalannya sinar pada lensa cembung :
Bayangan
dibentuk adalah nyata, terbalik, dan diperbesar.
Ket:
f = Jarak fokus
S = Jarak benda
S = Jarak bayangan
m = Pembesaran
h = tinggi benda
h’= tinggi
bayangan
2.
Lensa Cekung (konkaf)
Lensa cekung disebut juga sebagai
lensa divergen yang bersifat menyebarkan sinar. Lensa ini juga disebut lensa
(–) karena tidak dapat membentuk bayangan yang bias ditangkap layar dan
memiliki harga fokus negatif.
Lensa cekung terbagi atas 3 bagian yaitu
:
Ø Lensa cekung-cekung (biconcave)
Lensa
cekung yang dibatasi oleh dua bidang lengkung yang arahnya berlawanan.
Ø Lensa cekung-datar (plan-concave)
Lensa
cekung yang dibatasi oleh satu bidang datar dan satu bidang lengkung.
Ø Lensa cekung-cembung (convex-concave)
Lensa
cekung yang dibatasi oelh dua bidang lengkung yang arahnya searah.
Jalannya sinar
pada lensa cekung :
- Sinar datang yang sejajar sumbu
utama dibiaskan berasal dari seakan-akan titik fokus aktif F1.
- Sinar
dating seakan-akan menuju titik fokus pasif F2 dibiaskan
sejajar sumbu utama.
- Sinar
datang menuju pusat optic O diteruskan tanpa membias
Berikut gambar jalannya sinar pada lensa cekung :
Bayangan yang
dibentuk adalah maya, tegak, dan diperkecil.
|
Persamaan lensa cekung : atau
Ket:
f = Jarak fokus
S = Jarak benda
S’=Jarak bayangan
m = Pembesaran
h = Tinggi benda
h’ = Tinggi bayangan
Menentukan Jarak Fokus f Lensa
Positif (Konvergen)
F
F’
S
L
Sebuah benda O diletakkan sebelah
kiri lensa positif dan bayangan O’ yang terbentuk disebelah kanan lensa dapat diamati
pada sebuah layar. Jika m pembesaran bayangan (perbandingan panjang O’ dan O),
dan L jarak antara benda dan bayangan (layar) maka jarak fokus lensa f dapat
ditentukan dari persamaan :
Jadi
fokus f dapat ditentukan dengan persamaan:
Keterangan :
f
= jarak titik fokus lensa.
L = jarak benda ke
layar.
m = Pembesaran
Jika S jarak bayangan (layar) terhadap
lensa dan m pembesaran bayangan.
Sebuah
benda O diletakkan pada jarak L dari layar (L tetap) kemudian lensa positif
yangakan ditentukan jarak fokusnya digeser-gesrekan antara benda O dan layar,
sehingga
diperoleh kedudukan tersebut dapat
memberikan bayangan yang jelas dari benda O pada layar (O’). Bayangan yang
satu diperbesar dan yang lain diperkecil. Jika e = jarak antara dua kedudukan lensa yang dapat memberikan bayangan
yang jelas pada layar, maka jarak fokus f dari lensa dapat
ditentukan menurut persaman Bessel.
Persamaan
Bessel:
Keterangan :
f
= jarak titik fokus lensa.
L
= jarak benda ke layar.
e
= jarak dua lensa
Menentukan Jarak Fokus f Lensa
negatif (divergen)
Lensa
negatif tidak memberikan gambar pada layar karena memberikn gambar secara tidak
ril untuk sebuah benda sejati, untuk mengatasinya kita letakkan lensa positif
pada lensa negatif yang jarak fokusnya sudah diketahui.
Lensa negatif hanya dapat membentuk bayangan nyata dari benda maya. Untuk
itu dipergunakan lensa positif untuk membentuk bayangan nyata . Bayangan nyata
pada layar yang dibentuk oleh lensa positif dipakai sebagai benda nyata
terhadap lensa negatif. Jarak lensa negatif kelayar mula-mula ini merupakan
jarak benda S. Jika kemudian layar digeser maka akan terbentuk bayangan nyata
pada layar. Jarak layar terakhir ini kelensa negatif merupakan jarak bayangan
S’. Jarak fokus lensa negatif dapat ditentukan dengan persamaan :
Untuk
lensa gabungan/bersusun jarak fokusnya f dapat ditentuksn dengan persamaan :
Jadi,
bila f dan f1 diketahui maka f2 dapat dihitung, dengan
asumsi bahwa tidak ada celah diantara kedua lensa.
Cacat Bayangan
Rumus-rumus
persamaan lensa yang telah diberikan dapat diturunkan dengan syarat berlaku
untuk sinar paraksial. Jika syarat tersebut dapat dipenuhi, maka akan terjadi
cacat bayangan (aberasi).
Jenis-jenis
cacat bayangan antara lain :
Ø Aberasi
sferis, disebabkan oleh kecembungan
lensa. Sinar paraksial atau sinar dari pinggir lensa membentuk bayangan di P’.
Aberasi ini dapat dihilangkan dengan mempergunakan diafragma yang diletakan di
depan lensa atau dengan lensa gabungan atlantis yanng terdiri dari dua lensa
yang jenis kacanya berlainan.
Ø Aberasi
koma, aberasi ini terjadi akibat
tidak sanggupnya lensa membentuk bayangan dari sinar di tengah dan sinar tepi.
Berbeda dengan aberasi sferis pada aberasi koma sebuah titik benda akan
terbentuk bayangan seperti bintang berekor, gejala koma ini tidak dapat
diperbaiki dengan diafragma.
Ø Astigmatisma,
disebabkan oleh kornea mata yang tidak berbentuk sferik (irisan bola), melainkan
lebih melengkung pada suatu bidang daripada bidang lainnya (bidang silinder).
Akibatnya benda tidak difokuskan sebagai garis pendek .
Ø Kelengkungan
medan,bayangan yang dibentuk oleh
lensa pada layar letaknya tidak dalam satu bidang datar melainkan pada bidang
lengkung. Disebut kelengkungan medan atau lengkungan bidang bayangan.
Ø Distorsi, gejala terbentuknya bayangan palsu, terjadi bayangan palsu ini
oleh karena di depan atau di belakang lensa diletakan diafragma.
Hukum yang berlaku pada pembiasan cahaya
1. Hukum
I Snellius berbunyi “Sinar dating, sinar
bias, dan garis normal terletak pada satu bidang datar”
Hukum
II Snellius berbunyi “Jika sinar datang
dari medium kurang rapat ke medium lebih rapat (misalnya dari udara ke air atau
dari udara ke kaca), maka sinar dibelokkan mendekati garis normal. Sebaliknya,
jika sinar dating dari medium lebih rapat ke medium kurang rapat, maka
sinardibelokkan menjauhi garis normal”
2. Hukum
Gauss, denga menganggap tebal lensa dapat diabaikan terhadap jarak (baik jarak
benda ke lensa maupun jarak benda ke lensa ), maka dapat ditentukan formulasi
dasar permulaan yang menghubangkan jarak fokus lensa (f), jarak benda ke lensa
(S) dan jarak bayangan ke lensa (S’)
3. Hukum
Bessel. Hal ini biasanya digunakan
untuk menghitung jarak titik api lensa positif.
Persamaannya
adalah:
BAB II
ALAT DAN BAHAN
2.1 Alat dan Bahan
-
Lensa positif kuat (++)
-
Lensa positif lemah (+)
-
Lensa negatif (-)
-
Benda yang berupa anak panah
-
Lampu pijar untuk benda
-
Layar untuk menangkap bayangan
-
Diafragma
-
Bangku optik
-
Kaca garis
-
Kabel – kabel penghubung dan sumber
tegangan listrik
BAB III
METODE PERCOBAAN
1. Dicatat suhu, tekanan dan kelembapan
ruangan sebelum percobaan.
2. Diukur
tinggi anak panah yang digunakan sebagai benda.
3. Disusun
sistem optik berurutan sebagai berikut :
-
Benda dengan lmapu di belakangnya.
-
Lensa positif lemah (+)
-
Layar
4. Diambil
jarak layar lebih besar satu meter.
5. Diukur
dan dicatat jarak benda ke layar.
6. Digeser
lensa didapatkan bayangan yang jelas pada layar
7. Dicatat
kedudukan lensa dan diukur tinggi bayangan pada layar.
8. Digeser
lagi kedudukan lensa sehingga didapatkan bayangan jelas yang lain (jarak benda
ke layar L tidak diubah).
9. Diulangi
percobaan no. 3 s/d 7 beberapa kali dengan harga L yang berlainan.
10. Diulangi
percobaan no. 2 s/d 8 untuk lensa positif kuat (++)
11. Ditentukan
jarak lensa negative dengan dibuat bayangan yang jelas dari benda O pada layar
dengan pertolongan lensa positif.
12. Kemudian
diletakkan lensa negatif antara lensa positif dan layar. Diukur jarak lensa
lensa negatif ke layar (S)
13. Digeser layar sehingga terbentuk bayangan yang
jelas pada layar. Diukur jarak lensa negatif ke layar (S’)
14. Diulangi
percobaan no 10 s/d 12 beberapa kali.
15. Untuk
menentukan jarak fokus lensa bersusun, dirapatkan lensa positif kuat (++)
dengan positif lemah (+) serapat mungkin.
16. Digunakan
cara Bessel untk menentukan jarak fokus bersusun. Diulangi beberapa kali dengan
harga L yang diubah – ubah.
17. Dicatat suhu, tekanan dan temperature sesudah
percobaan.
BAB IV
DATA PENGAMATAN
DAN PERHITUNGAN
Keadaan
ruangan
|
P (cm)Hg
|
T( ̊C)
|
C (%)
|
Sebelum
percobaan
|
77.5 cmHg
|
25.5 ̊C
|
70 %
|
Sesudah
percobaan
|
75.6 cmHg
|
26.5 ̊C
|
67 %
|
4.1 Data Pengamatan
No.
|
Jenis
Lensa
|
L
(cm)
|
S01
|
S11
|
h1
|
h1’
|
M1
|
1.
|
Cembung (++)
|
136
|
10.2
|
125.8
|
1.15
|
12.5
|
12.33333333
|
2.
|
Cembung (+)
|
136
|
69.8
|
66.2
|
1.15
|
1
|
0.948424068
|
No.
|
f1
|
S02
|
S12
|
h2
|
h2’
|
M2
|
f2
|
1.
|
9.435
|
124.2
|
11.8
|
1.15
|
0.1
|
0.09508
|
10.77617647
|
2.
|
33.976
|
77.7
|
58.3
|
1.15
|
0.9
|
0.7503175
|
33.3081
|
No.
|
Jenis
Lensa
|
S0
|
S1
|
h
|
h’
|
f
|
1
|
Cekung
(-)
|
104
|
34.7
|
1.15
|
10.8
|
26. 01874549
|
No.
|
Jenis
Lensa
|
L
|
S0
|
S1
|
f
|
e
|
1.
|
Lensa
bersusun (++) ~ (-)
|
136
|
29
|
107
|
22.98518519
|
78
|
No.
|
Warna
|
L
|
S0
|
S1
|
f
|
1.
|
Biru
|
136
|
122.5
|
120.8
|
12.15992647
|
2.
|
merah
|
136
|
125.6
|
119.5
|
9.604703882
|
No.
|
Posisi
|
L
|
S0
|
S1
|
f
|
1.
|
vertikal
|
136
|
15.2
|
120.8
|
13.50117647
|
2.
|
horisontal
|
136
|
16.5
|
119.5
|
14.49816176
|
4.2 Perhitungan
A. Lensa Cembung kuat (++) dan lemah
(+)
1. Lensa Cembung kuat (++)
M1 =
=
=
12.333333333
kali
f1 =
=
=
= 9.435
M2 =
=
=
0.09508
kali
f2 =
=
=
=10.77617647
2. Lensa Cembung lemah (+)
M1 =
=
=
0.948424068
kali
f1 =
=
=
= 33.97617647
M2 =
=
=
0.75032175 kali
f2 =
=
=
= 33.30816176
B. Lensa Cekung (-)
f =
=
=
= 26.01874549
C. Lensa Bersusun (++) ~ (-)
f =
=
=
= 22.81617647
e =
=
=
=
= 78
D. Aberasi Khromatik
1. Warna Biru
f =
=
=
= 12.15992647
2. Merah
f =
=
=
= 9.604705882
E. Astigmatisma
1. Vertikal
f =
=
=
= 13.50117647
2.
Horizontal
f =
=
=
= 14.49816176
BAB V
PEMBAHASAN
Fisika merupakan
ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang gejala alam melalui pengamatan
atau observasi dan memperoleh kebenaran secara empiris melalui panca
indera karena itu pengukuran merupakan bagian yang sangat penting dalam
proses membangun konsep-konsep fisika. Pengukuran dilakukan langsung untuk
mengetahui kuantitas besaran-besaran fisika seperti yang sudah dibahas
dalam besaran dan
pengukuran.
Pada percobaan sifat lensa dan cacat bayangan
menggunakan 3 lensa yaitu cembung kuat (++), cembung lemah (+) dan cekung (-). Sebelum
melakukan percobaan diawali dengan mengukur bangku optik dari lampu pijar ke
layar (L) dengan ketentuan lebih dari 100 cm. Diafragma di atur pada bentuk
anak panah. Pada lensa cembung kuat (++) dan lemah (+) masing – masing
diperlakukan satu per satu dengan meletakkan didepan diafragma sampai terlihat bayangan yang tegas
di layar. Diukur jarak (s) dari lampu pijar ke lensa dan (s’) dari lensa ke
layar. Diukur tinggi bayangan yang dihasilkan. Percobaan ini dilakukan 2 kali
dengan cara mendekatkan lensa hampir dekat dengan layar yang dihasilkan sebuah
bayangan kecil daripada percobaan pertama dan tegas. Lensa cembung menghasilkan
bayangan nyata, terbalik, diperbesar. Lensa cembung identik dengan menyebarkan
(spread) cahaya.
Percobaan
selanjutnya menggunakan lensa cekung (-). Diletakkan lensa cekung didepan
diafragma sampai mendapatkan bayangan yang tegas dilayar. Diukur jarak (s) dari
lampu pijar ke lensa dan (s’) dari lensa ke layar. Diukur tinggi bayangan yang
dihasilkan. Lensa cekung menghasilkan bayangan maya, tegak dan diperkecil
karena lensa cekung identik dengan menyatukan atau memusatkan cahaya.
Pada percobaan lensa bersusun, lensa yang pertama
diletakkan adalah lensa cembung kuat (++). Disini menggunakan lensa cembung
kuat karena untuk mendapatkan bayangan yang lebih tegas daripada lensa cembung
lemah (+). Lalu diletakan lensa cekung (-) sebagai pemusat cahaya. Lensa
cembung dan cekung dirapatkan agar pengaturan cahaya pada kedua lensa tersebut
tidak keluar dari lebar lensa. Lensa bersusun digerakkan menjauh dari lampu
pijar agar mendapatkan bayangan yang tegas di layar. Pengukuran (s) dan (s’)
tetap.
Untuk aberasi khromatik diperlukan cahaya biru dan
merah pada sekeliling bayangan dengan bantuan lensa cembung kuat (++). Cahaya
biru ditandakan bahwa panjang gelombang tersebut panjang dan cahaya merah
memiliki panjang gelombnag cahaya pendek karena pemantulan cahaya pada lensa
cembung kuat (++).
Pada astigmatisma digunakan penghalang cahaya berupa
kaca garis kotak – kotak yang berfungsi sebagai pencacat bayangan. Lensa yang
digunakan lensa cembung kuat (++) yang diletakkan diantara kaca garis dan
diafragma. Dengan sedikit dimiringkan kaca garis dan diatur lensa cembung maka
akan didapatkan bayangan garis vertikal dan horizontal. Dengan mendekatkan
lensa cembung maka akan didapatkan bayangan vertikal dan sebaliknya.
Diharuskan fokus kedua pada percobaan kedua lensa
cembung dengan percobaan astigmatisma karena alat percobaan yang kurang teliti
sehingga dihasilkan hasil fokus yang berbeda jauh.
TUGAS AKHIR
1.
Hitung jarak fokus lensa positif lemah
(+) dan lensa positif kuat (++) dengan persamaan (1-3)?
2.
Hitung pula dengan memakai persamaan
(1-2)?
3.
Terangkan cara mana yang lebih teliti?
4.
Hitunglah jarak fokus lensa (-) dengan
memakai persamaan (1-4)?
5.
Hitung pula jarak fokus lensa gabungan
(bersusun) dari percobaan no.14 dan 15 dengan menggunakan rumus bessel?
6.
Hitung jarak fokus lensa bersusun dengan
mengunakan rumus :
7.
Sesuai hasil perhitungan dari no.5 dan
no.6, beri ulasan jawaban anda?
8.
Terangkan terjadinya aberasi kharomatik
dan astigmatisme pada percobaan no.8?
9.
Mengapa jika dipergunakan diafgram yang
kecil cacat bayangan dapat dikurangkan?
10. Adakah
cara lain untuk mengurangi cacat bayangan? Terangkan?
Jawab
1.
Lensa cembung
kuat (++) dan lemah (+)
f =
=
=
=
=
=
4.776628149
2.
a. Lensa cembung
kuat (++)
f =
=
=
4.459304954
b. Lensa cembung lemah
(+)
f =
=
=
33.66009701
3. Rumus
(1-2) karena lebih memudahkan tidak harus mencari e dengan cara (1-3)
karna sama saja mencari f terlebih dahulu
menggunakan rumus (1-2).
4.
lensa cekung (-)
f =
=
=
=
26.01874549
5.
lensa bersusun
f =
=
=
=
=
= 4.776628149
6. f =
=
=
=
7.019443583
7. Hasil
perhitungan dari no,5 (4.776628149)
dan no,6 (7.019443583), hasil dari no.5 dihitung dengan menggunakan rumus
Bessel
sedangkan hasil dari no.6 dihitung dengan menggunakan rumus
,
pada
kedua cara tersebut yang lebih teliti dan lebih mudah adalah dengan menggunakan
cara kedua
8. Aberasi muncul karena dispersi variasi indeks
bias materi transparan terhadap panjang gelombang. Pada percobaan didapatkan
cahaya biru dibelokan lebih jauh dari merah oleh kaca. Sehingga jika cahaya putih jatuh pada sebuah
lensa, wama-warna yang berbeda difokuskan pada titik yang berbeda pula, dan akan
ada pinggiran berwarna pada bayangan, aberasi kromatik dapat dihilangkan untuk dua warna apa saja (dan sangat diperkecil
untuk yang lainnya) dengan menggunakan dua lensa yang terbuat dari materi yang berbeda dengan indeks bias dan dispersi yang berbeda.
Astigmatisme atau silindris biasanya disebabkan oleh karena
lensa yang kurang bundar sehingga benda
titik difokuskan sebagai garis pendek, yang mengaburkan bayangan. Hal
ini terjadi karena berbentuk sferis dengan bagian silindrisnya tertumpuk. Lensa
memfokuskan titik menjadi garis yang paralel dengan sumbunya. Maka astigmatik
memfokuskan berkas pada bidang vertikal, yaitu pada jarak yang lebih dekat
dengan yang dilakukannya untuk berkas pada bidang horizontal. Astigmatisme
diatasi dengan lensa silindri.
9. Karena celah diafragma yang digunakan kecil, maka
bayangan akan terlihat lebihtajam dan jelas. Sehingga cacat bayangan akan diminimalisasi atau
diperkecil.
10. Ada, yaitu pengukuran dilakukan di dalam ruang
vakum dan gelap sehingga indeks bias medium dan indeks bias lensa tidak
mempengaruhi pembentukan bayangan, serta penggunaan laser sebagai alat pengukur (pengganti mistar).
BAB VI
KESIMPULAN
Dari percobaan, pengamatan dan
perhitungan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut.
·
Jarak bayangan yang terbentuk berbanding
terbalik dengan jarak benda. Semakin besar jarak benda dari titik pusat optik
(O) semakin kecil bayangan yang terbentuk.
·
Lensa cembung
menghasilkan bayangan nyata, terbalik dan diperbesar karena lensa cembung menyebarkan
cahaya.
·
Lensa cekung
menghasilkan bayangan maya, terbalik dan diperkecil karena lensa cekung
memusatkan cahaya.
·
Cacat bayangan
(aberasi) terjadi karena adanya penghalang cahaya seperti kaca garis yang tidak
meratakan bayangan diakibatkan permukaan kaca garis yang tidak merata.
·
Lensa cembung
mengurangi cacat bayangan dengan cara memfokuskan cahaya lalu dipantulkan ke
kaca garis. Jika lensa cembung didekatkan ke lampu pijar, akan didapatkan
bayangan vertikal dan sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
·
Laboratorium Fisika, Buku
Penuntun Praktikum Fisika Dasar 2, Universitas Pakuan, Bogor.
·
Hilliday, David & Robert Resnick.
1985. Fisika. Jakarta : Erlangga
·
Kanginan,
Marthen. 1996. Fisika SMA kelas X Jilid
1. Jakarta: Penerbit Erlangga.
·
Giancoli,
Douglas, C. 2001. Fisika Edisi kelima
Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.
No comments:
Post a Comment